oleh daarulfirdaus | Feb 27, 2021 | Update Pesantren
Agenda jalan-jalan kami kali ini memang sudah
dipersiapkan sejak sebulan yang lalu. Berawal dari ide Fathurrahan dan
Direkturnya Mas Fitrah, katanya pengurus perlu membuat agenda ngecamp ke pantai
untuk mengenang.
“ Kata Mas Fitrah, mumpung belum pada sibuk
kuliah” Chat Fathurrahman waktu itu. Dan ada benarnya juga pikirku.
Uang di dompetpun mulai ku hemat, ku pegang
erat-erat, dan Aku simpan dengan rapat agar tidak dibelanjakan dengan cepat.
Alhamdulillah dapat subsidi dari Ustad Sholih, jadi bisa hemat 500 ribu rupiah
untuk sewa mobil.
Fathurrahman sebagai menejer acara pada agenda
camping kali ini memilih hari Jumat dan Sabtu, tepatnya 22-23 Maret 2019,
katanya itu bertepetan bulan akan terang benderang. Oke, Aku dan teman-teman
pun manut. Pantai Jungwok menjadi pilihan destinasi kami, kayak nama orang
korea ya kan?.
Aku gak begitu kepo apakah pantainya bagus
atau gak, yang penting tempatnya harus sepi, jangan ramai, sebab kalau camping
terus tempatnya ramai, maka suasana kurang harmonis dan romantis. Karena sejatinya
tujuan camping kali ini adalah menyatukan hati.
Sebab ada yang pernah bilang, kalau
persahabatan itu harus diuji dengan jalan-jalan bareng, biasanya saat
perjalanan akan terlihat sifat asli, ujian dan cobaan. Dari sanalah kita akan
belajar sabar, ikhlash dan menjaga kekompakan pada setiap kejadian.
Kami mulai perjalanan setelah sholat Jum’at,
supaya lebih praktis perjalanannya, kami melakukan jama’ qashar. Supaya hemat
dalam perjalanan, kami gunakan mobil berbahan bakar solar, sesuai intruksi dari
driver handal kami Bro Caesar.
Supaya lebih hemat lagi, kami menggunakan
identitas santri. Di jogja, identitas santri sangat beguna, mayoritas masyarakat
jogja dan sekitarnya sangat menghargai santri. Contohnya saat kami menyewa
mobil kepada salah satu jamaah Masjid Firdaus, kami mendapatkan potongan harga
100.000 . ( temen-temen yang rencana mau travellan ke jogja, bisa sewa mobil
kesini)
Jam 1.20 Wib, mobil kami melaju melewati kota
gedhe, lanjut menuju Wonosari, Jl Kiyai legi, Jl. Pantai Selatan, Jl
Wediombo, lalu melewati jalan sempit
menuju pantai Jungwok. Proses perjalanan kami tidak begitu lancar, 2 teman kami
mengalami mual-mual (hik-hik) beberapa kali harus menepikan mobil,
mempersilahkan mereka membuang segala apa yang ingin keluar dari perut menuju
perut.
Sesampainya kami di pantai Jungwok, Aku
pribadi merasa nyaman, parkiran luas, kamar mandi dan toilet bersih, pemilik warung di sekitar warung juga ramah. Ini
jadi alasan kenapa jogja itu ngengenin. Masuk ke pantai cukup bayar 5000
per-orang.
Kami mulai menurunkan barang-barang dari atas
dan dalam mobil, mengangkut semuanya dekat bibir pantai, kira kira 10 meter
dari pantai. Tenda yang kami sewa dari Jogja dibentang, diikat dan akhirnya
bisa berdiri kokoh. Tapi akhirnya tenda hanya jadi tempat barang, mayoritas
kami lebih memilih berteduh dibawah langit dengan cahaya bulan yang terang
benderang, ditemani nyanyian ombak yang sesekali menghepas karang dan bebatuan
besar. Syahdu, sungguh.
Agar hemat waktu, kami bagi tugas, lima orang
membakar ikan, dan yang lainnya memasak air, memasak mie dan menyiapkan alas
makan. Karena lupa membawa piring atau nampan, maka kami gunakan mantel sebagai
alas makan.
Ikan nila selesai dibakar dengan balutan kecap
Bango dan madu begitu juga dengan jagung bakar susu telah siap disantap. Seusai
makan, kami sibuk dengan kegiatan masing masing, ada yang menyalakan api
unggun, mencari udang dan kepiting atau membuat kopi. Tenda pun diabaikan, kami
memilih membentang matras, atau menggali pasir untuk dijadikan alas berbaring,
sambil menyorotkan kedua mata ke dekat pantai, menyaksikan air yang dihempas
menuju bibir pantai. Sesekali melihat awan, ada beberapa bintang yang
sepertinya sedang ikut senang menyaksikan kebersamaan kami.
Karena terlalu sayang dilewati, kami memilih
untuk terjaga, mengobrol kecil, berbagi sedikit cerita kepada yang lain. Bertukar
tawa, berlari kecil menuju pantai dan tertawa lepas saat mendapati ada udang
dan kepiting yang hinggap diantara bebatuan.
Esok paginya, barulah jelas keindahan pantai
jungwok terbentang, ada ombak yang terus menghempas batu besar, tebing yang
berdiri kokoh diatasnya ada tumbuhan hijau. Kami mulai mencelupkan tubuh ke
dalam mulut pantai pelan-pelan, menunggu ombak menghempaskan kami ke bibir
pantai sambil berhitung
“ 1, 2, 3, wooo” teriak kami. Begitu kami mengulangnya. Atau saling
bergandeng tangan, mencoba menghalangi ombak, walaupun pada akhirnya kamilah
yang dihempas, ikut bersama ombak sampai tepian.
Oh iya,
uniknya di pantai Jungwok ada aliran air tawarnya, jadi tidak perlu repot kalau
mau wudu, cuci muka atau bahkan memasak air dan nasi. Buat teman-teman yang mau
pelesiran ke jogja, dari pada hanya berfoto ria di Malioboro, bisa coba camping
ke pantai jungwok untuk bersantai ria.
Satu lagi, kalian bisa sewa motor juga supaya lebih menikmati pemandangan sawah di sepanjang jalan. Sewa motor hanya 25.000 sampai 30.000 per 12 Jam.
sumber : www.gigihsuroso.com
oleh daarulfirdaus | Feb 18, 2021 | Update Pesantren
Tahun 2017 kemarin awal saya memutuskan untuk
belajar di Yogyakarta, tepatnya di salah satu masjid bernama Alfirdaus, sebuah
masjid yang mempunyai rumah tahfidz. Jamaah masjid cukup ramai, baik Zuhur,
Ashar, Maghrib, Isya bahkan Subuh. Menjadi santri sekaligus jamaah masjid,
membuat saya banyak belajar langsung dengan jama’ah lain. Sebagian dari mereka
(Red: Jamaah) juga donatur untuk Rumah Tahfidz tempat saya belajar.
Hemat saya, Yogyakarta memang sangat kondusif
untuk belajar. Bukan sekedar belajar Alquran saya banyak belajar dari lingkungan
sekitar tentang berbagi. Misalnya saja Buk Erti, salah satu donatur sarapan pagi
untuk para santri. Beliau punya hotel di Yogyakarta, setiap pagi, selama dua
tahun saya disini, para santri bergilir menjemput sarapan di hotelnya. Tidak terlalalu
mewah, tapi berdasarkan cerita dari Si Mbah tukang masak, Hotel Musafira milik
Buk Erti tak pernah sepi pengunjung dan orderan catering.
Sempat saya berfikir, apa yang membuat Buk
Erti begitu loyalnya berbagi kepada kami. Bahkan beliau sering membelikan kami
buah buahan, kue, dan kebutuhan kami lainnya. Padahal jumlah santri disini
mencapai 60 orang. Bukan hanya itu, ada beberapa jama’ah lain yang semangat
berbaginya sangat tinggi, sepertinya mereka tak pernah takut rugi.
Satu cerita, dari dua orang kakak beradik yang
berjualan sayur di pasar dekat rumah tahfidz kami, sudah 5 bulan ini mereka
rutin memberikan kami diskon belanja, seberapa banyak pun kami beli sayur,
tahu, tempe, minyak dan kebutuhan masak lainnya, harganya hanya 30 ribu rupiah.
Pernah saya membatin dalam hati “ Apa mereka tidak takut rugi?. “
Tapi Masya Allah, suatu pagi kami berbelanja
pertama kali kesana, kios yang ukurannya hanya 3×4 itu tidak pernah sepi dengan
pembeli, silih berganti datang bahkan rela antri. Begitu juga dengan seorang
Ibu yang berjualan Thai Tea di pinggir jalan dekat Masjid kami, baru beberapa
hari beliau membuka Kios Es nya, pembelinya juga belum cukup ramai, tapi suatu
sore beliau menawarkan Thai Tes sebanyak 45 cup setiap hari senin.
Bahkan ada penjual tempe yang tidak alfa
memberikan kami satu plastik tempe yang dia letakan di depan masjid setiap
senin dan kamis subuh. Ada juga driver ojek online yang setiap pagi menjelang
duha masuk ke dalam dan mengisi kotak infaq dengan beberapa lembar uang. Ada juga
teknisi soundsystem yang 5 waktu berjamaah di masjid, setiap ada kerusakan
sound di masjid siap siaga membantu tanpa dibayar.
Mungkin karena kurangnya iman, hingga saya
belum sampai semudah itu dalam bersedekah, sampai akhirnya saya pernah heran sekaligus
takjub saat salah satu jamaah menghibahkan sebuah tanah seharga milyaran rupiah
untuk didirikan pondok. Dan ada seorang karyawan di perusahaan penerbangan yang
setiap bulan memberikan uang cash sebesar 2.500.000 rupiah. Selama menjadi
santri di Yogyakarta, saya banyak belajar dari para Jama’ah yang Allah pilih untuk menjadi ahli sedekah.
Berbagi Itu Menambah dan Membahagiakan
Sedekah bukan ibadah yang hanya bisa dilakukan
oleh orang yang kaya, buktinya masih banyak orang yang punya harta banyak,
namun belum dapat hidayah untuk bisa rajin sedekah. Lewat tulisan ini, semoga
saya, antum dan kita semua diberikan Allah keringanan hati untuk mudah
bersedekah. Tidak ada istilahnya orang
akan jadi miskin setelah bersedekah, begitulah janji Allah dalam Alquran. Tinggal
bagaimana kita meyakininnya.
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka
Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
Dalam agama Islam, Allah dan Rasul
memerintahkan kita untuk berbagi, bahkan berbagi menjadi salah satu rukun Islam.
Berbagi juga bukan soal agama, kepada siapa pun yang membutuhkan kita wajib
memberi bantuan. Memang bukan hal mudah jika tidak terbiasa, bahkan kita
sendiri sering berfikir berulang-ulang kali saat ingin berbagi, padahal kita
punya dan orang sangat butuh.
Atau parahnya, kita beranggapan
bahwa yang wajib berbagi hanya mereka yang punya harta-harta lebih. Tentu bukan
seperti itu harusnya. Setiap harta yang Tuhan berikan kepada kita, ada bagian
orang lain disana. Dalam Islam, hal-hal mengenai berbagi atau sedekah banyak termaktub dalam Alquran maupun sunah.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki
yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,
“Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau
menjawab: “Engkau bersedekah dalam kondisi
sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan
mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di tenggorokan,
ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian, dan untuk
fulan sekian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Mindset bahwa sedekah menunggu kaya adalah tidak benar,
justru dalam Islam kita diajarkan untuk sedekah disaat kita khawatir untuk
mengeluarkannya. Memang tidak mudah belajar untuk berbagi, menyisihkan sebagian
yang kita punya untuk membantu orang lain. Mengeluarkan uang seribu rupiah di
tengah gaji kita 500 ribu rupiah bisa jadi sulit dan berat dilakukan jika tidak
dibiasakan.
Jangan sampai kita menyesal karena enggan untuk berbagi,
ada banyak manfaat dari berbagi kepada yang membutuhkan, satu diantaranya akan
menambah rezeki kita. Sudah banyak tersebar testimoni orang-orang yang berbagi,
mereka merasakan bagaimana kemudian rezeki mereka semakin lancar, tidak bisa
dihitung secara matematikan memang, berbagi kepada sesama balasanya istimewah,
lewat jalan yang tak terduga.
Lebih dari itu, sedekah akan juga dapat mengurangi, bukan
harta tetapi dosa dan musibah. Orang-orang yang sering menolong orang lain,
Allah akan tolong ia. Guru saya suatu ketika memberi nasehat, kata beliau kalau
hendak pergi dari rumah, sempatkanlah untuk sedekah, bisa di masjid dan dimana
saja, semoga lewat sedekahmu Allah lancarkan perjalanan kita.
Perlahan nasehat itu saya amalkan, suatu malam saya pergi
dengan teman untuk mengambil pesanan jaket, di tengah jalan kami bertemu dengan
seornag Ibu yang mendorong gerobak berisi jagung dan kacang rebus, kami
berhenti untuk membeli, bukan karena kami ingin makan jagung, tapi setidaknya
bisa meringankan gerobak Si Ibu.
Setelah dibeli, kami pun lanjut perjalanan untuk mencari
warung makan, kami sempat makan 1 jam tanpa sadar kalau jaket yang kami ambil
tadi tertinggal di pinggir jalan, tempat kami membeli jagung. Sadar jaket
tertinggal, kami bergegas mengambilnya, sambil pesimis jaketnya pasti sudah
dikira sampah dan diangkut ke Tempat Pembuangan Sampah.
Alhamdulillah, Plastik berisi jaket masih ada. Allah
tidak membalas suatu kebaikan kita dengan apa yang kita inginkan, tapi apa yang
kita butuhkan. Orang –orang kaya yang rajin berbagi menolong orang lain, tidak
semerta-merta dibalas Allah dengan harta lagi, tapi mungkin Allah ampuni dosa
masa lalunya, Allah anugrahkan ia keluarga sakinah dan mawaddah. Begitu juga
dengan kita yang secara ekonomi biasa saja, tapi ringan tangan untuk berbagi,
senantiasa Allah akan mudahkan segala urusan, dengan melapangkan rezekinya.
Intinya, tidak ada kata takut berbagi, selama kita bisa
maka lakukan. Tidak punya harta bisa dengan tenaga, bahkan Sabda Rasulullah,
senyum juga termasuk sedekah, bahkan mengajarkan ilmu juga sedekah. Berbagi tak
akan membuat kita terbebani, sebaliknya akan ada pesaraan bahagia setelah
berbagi kepada sesama
Allah yang menganugrahkan kita kelebihan, maka mari kita
bagi kepada orang-orang yang punya kekurangan. Dengan begitu hidup kita akan
indah. Tidak punya 1 juta, bisa memulainya dengan 1000 rupiah. orang-orang yang
senang berbagai, akan Allah kirim rasa bahagia di dalam diri, bahagia karena
melihat orang lain tersenyum, menyaksikan orang lain senang dan terbantu dengan
apa yang kita lakukan.
Berbagi Jangan Asal
Begitu beruntung dan mulianya berbagi itu, hingga ada
satu ulama yang mengatakan, sejatinya bukan orang yang kita tolong yang
berterima kasih, tetapi kitalah yang berterima kasih sebab mereka mau ditolong,
sehingga lewat menolong kepada mendapakan balasan dari Tuhan. Bayangkan, jika tidak ada satu orang pun di
dunia ini yang mau ditolong dan membutuhkan bantuan. Maka kita akan kehilangan
kesempatan menjadi orang-orang yang akan Allah muliakan lewat berbagi.
Tetapi, berbagi pun jangan asal beri. Agar apa yang kita
niatkan untuk menolong bisa sampai tepat sasaran. Misalnya, berbagi kepada pengemis
yang minta-minta di jalan, secara Undang-undang itu dilarang, dan dalam agama
Islam juga itu tidak diperbolehkan. Sebab mengemis pun ada syaratnya, cukup
untuk makan sekali dalam sehari, setelah itu tidak diperbolehkan
memintan-minta.
Mari kita mulai cerdas dalam berbagi. Mulai dari keluarga
setelah itu lingkungan sekitar selanjutnya baru yang lainnya. Berbagi itu
ibadah, dan ibadah tidak akan sia-sia jika dilakukan tanpa melihat rukun dan syaratnya.
Jangan sampai apa yang kita bagi kepada orang ternyata tidak memberikan nilai
kebaikan kepada yang menerimanya. Untuk itu, agar berbaginya kita tapat sasaran
dan sampai kepada penerima manfaat, kita bisa gunakan lembaga-lembagai penyalur
ZISWAF, Dompet Dhuafa misalnya.
Kita upayakan apa yang kita bagi kepada sesama menjadi
amal Jariyyah yang tiada putus manfaat dan pahalanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah
SAW bersabda. “Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah
seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan atau
anak shalih yang mendo’akan (orang tua)nya.” (HR.
Muslim)
Dikutip dari situs resminya Dompet Dhuafa dalah lembaga
nirlaba milik masyarakat indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial
kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf,
serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok,
perusahaan/lembaga). Kelahirannya berawal dari empati kolektif komunitas
jurnalis yang banyak berinteraksi dengan masyarakat miskin, sekaligus kerap
jumpa dengan kaum kaya. Digagaslah manajemen galang kebersamaan dengan siapapun
yang peduli kepada nasib dhuafa.
Dompet Dhuafa bisa menjadi penghubung antara kita yang
ingin berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Lewat program-program Dompet
Dhuafa pula, harta yang kita bagikan dapat lebih bermanfaat dan tepat sasaran. Penulis
coba menuliskan beberapa program dari Dompet Dhuafa yang semoga membuat berbagi
kita menjadi amal Jariyyah.
Kita yang ingin berbagi lewat infaq dan sedekah, bisa
memilih program pendidikan misalnya, dengan ini Dompet Dhuafa akan
menyalurkannya kepada dhuafa yang membutuhkan pendidikan, membangun sekolah
binaan atau memberikan beasiswa bagi yang tidak mampu dan berprestasi. Atau bisa
juga membantu petani, dan dhuafa yang membutuhkan modal untuk bertani,
berternak sapi dan lain sebagainya.
Ada banyak program program yang ditawarkan Dompet Dhuafa
agar pemberian kita menjadi amal jariyyah. Misalnya lagi lewat sedekah ternak,
dimana kita bisa membantu dhuafa mandiri untuk mencukupi kebutuhannya lewat
berternak, Dompet Dhuafa sebagai perantara juga memberikan pelatihan dan
pembinaan kepada penerima manfaat.
Untuk lebih jelasnya, kita bisa mengakses program-program
Dompet Dhuafa lewat situs resminya www.dompetdhuafa.org dan untuk memudahkan kita dalam berdonasi,
kita juga bisa mengunjungi donasi.dompetdhuafa.org . Lewat Dompet Dhuafa berbagi kita jadi lebih
mudah, jelas sasaran dan amanahnya.
Dan akhirnya, mari kita membiasakan untuk
berbagi, terkadang kebaikan memang harus dipaksakan agar menjadi kebiasaan. Berbagi
bisa apa saja, tidak harus uang dan harta, kita bisa berbagi ilmu, yang penting
bisa bermanfaat untuk orang lain. Jangan takut berbagi, karena berbagai itu
menyenangkan hati.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut
Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.
Sumber : www.gigihsuroso.com
oleh daarulfirdaus | Feb 18, 2021 | Motivasi Quran, Update Pesantren
Berbeda dengan Ramadhan sebelumnya yang Aku
lewati di Medan, kali ini Aku berniat menyelesaikan Ramadhan di Yogyakarta. Tentu
banyak perbedaan, dari segi waktu, berbuka di Yogyakarta lebih cepat, jam 5:30
wib sudah azan maghrib, meskipun waktu sahurnya juga lebih cepat. Setiap hari
kami melakukan sahur dan berbuka bersama santri dan jama’ah Masjid Alfirdaus.
Seusai ashar, para santri akan sibuk membantu
panitia Ramadhan, dari mulai menjaga parkir, membagikan makanan, MC dan
mengawasi murid TPA. Semua kami jalani dengan ceria, walaupun beberapa dari
kami sudah ada yang siap-siap mudik lebaran pada 20 Ramadhan nanti. Sebagian dari
kami,termasuk aku memilih lebaran di Yogyakarta. Alasannya berbeda-beda, ada
yang ingin menyelesaikan hafalannya dahulu ada juga alasan tiket pesawat yang
melonjak tinggi, kalau Aku yang kedua, hehe
Sembari menikmati rasa rindu dengan sanak
saudara, para santri harus tetap menjalani aktifitas seperti biasa. Dan setiap
Ramadhan para jamaah menjadi lebih ramai dari biasanya. Mereka tidak pulang
seba’da subuh sampai syuruk tiba. Sebagian membaca Alquran, sebagian lagi duduk
bersandar tertidur. Sebuah pemandangan yang harus disyukuri.
Iya, bersyukur karena Allah masih izinkan
berada di tengah-tengah orang soleh, baik jamaah maupun santri, saat iman mulai
longgar ada saja pemandangan yang dilihat menambah semangat. Aku suka kagum
lihat teman teman santri, usianya masih sangat belia, 17 sampai 20 tahun, mereka memilih untuk berada di tempat ini
saat yang lain mungkin sibuk memilih perguruan tinggi negeri mana yang mau
dimasuki. Jujur jika boleh menyesal, rasanya Aku ingin ditempat ini lebih awal,
tidak kuliah dulu sampai selesai. Kerena belajar di usia seperti ini banyak
ujian. Dari mulai pertanyaan kerja apa? Kapan nikah? Kapan mau melamar dan
banyak lagi pertanyaan lagi yang sebenarnya bercanda tapi sering jadi bahan
pikiran
Suatu hari ada seorang santri, usianya 27
tahun, dia mengalami kendala saat menghafal, dia selalu dibayangi pikiran
menikah, ini terjadi saat hari ahad, membuka hp dan melihat status teman teman
menyebar undangan. Setiap santri disini beragam cobaannya, mereka di usia 18-19
cobaanya adalah rasa ingin kuliah.
Tidak hanya santri, kehidupan para jamaah
disini juga aneka ragam, ada yang dulu pengusaha sukses di amerika, kemudian
hijrah meninggalkan riba, sekarang menjalani aktivitas sebagai pedagang. Ada juga
mantan pemilik perusahaan ekspor dan lainnya. Indah sekali, saat melihat mereka
memilih kerja jadi pengusaha supaya bisa sholat lima waktu di masjid. Mereka lebih
hebat dari santri yang memang sudah seharusnya sholat di masjid, karena
tinggalnya juga disana. Tapi mereka harus berjalan kaki atau naik motor,
uniknya Masjid Alfirdaus tak pernah sepi dari anak-anak, mereka dibawa oleh
para Ayah dan kakek, senang lihat anak anak itu kemudian tertidur dipangkuan
Ayah yang sedang khusyuk membaca Alquran.
Benarlah, memang Masjid sebaik-baiknya tempat
yang harus didatangi sesering mungkin, menenangkan dan menyejukkan. Dulu semasa
kuliah, Aku selalu iri melihat mahasiswa-mahasiswa yang ketika waktu istirahat
berlama-lama di masjid, membaca Alquran dan berdoa. Sambil membatin dalam hati.
“ Ya Allah izinkan Aku seperti mereka”. Mendengarkan kisah hijrah jamaah masjid
dan para santri membuat Aku banyak bersyukur, setidaknya sampai saat ini Allah
izinkan aku diantara mereka yang santun ucapannya penuh hikmah, sabar dan
ikhlash sikapnya.
Ramadhan di Yogyakarta begitu cepat berlalu
rasanya, hilir mudik para santri menempati ruang utama masjid. Satu sama lain
bersahutan bacaan Alqurannya. Hingga satu saat aku pernah berfikir, bagaimana
suatu hari nanti aku harus berpindah tempat dan tak ku dengar suara lantunan
ayat ayat Alquran itu lagi, dan berganti dengan gemuruh orang-orang yang sibuk
membicarakan kemungkaran, apakah aku juga akan ikut mungkar atau bisa
menghindar. Bukankah hidayah itu milik Allah, hari ini kita beriman dan taat,
belum tentu esok, jika hidayah dicabut, tersisalah hidup yang semraut.
Dimana pun kita menjalankan Ramadhan kali ini,
Aku titip salam semangat teman-teman seperjuangan, teman berorganisasi, teman
kuliah dan teman sehati sejiwa. Semoga Allah menetapkan hati kita ketaatan.
Semoga Allah pilih kita menjadi hambanya yang bertaqwa dan bersyukur. Dan semoga
Allah anugrahkan Alquran dalam hati, ingatan dan perilaku kita. Allahumma
Aaamiin
Sumber : www.gigihsuroso.com
Komentar Terbaru